Ads 468x60px

Minggu, 01 April 2012

Jenis-jenis Mahar

Ulama fiqh sependapat mahar itu ada dua macam, mahar musama dan mahar mitsil (sepadan).
1).Mahar Musamma
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebutkan atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah. Dan waktu pemberiannya diberikan secara penuh ketika:
a) Telah bercampur (bersenggama). Sebagaimana firman Allah SWT pada surat An-Nisa ayat 20.
b) Salah satu dari suami istri meninggal (menurut ijma’).

Mahar musamma juga wajib dibayar walau pernikahannya rusak karena sebab tertentu jika telah bersenggama. Pernikahan yang rusak seperti isterinya adalah mahram sendiri, isteri berbohong mengaku perawan ternyata janda, hamil atau masih status isteri orang lain. Namun apabila dicerai sebelum bercampur, maka hanya wajib dibayar setengahnya saja. Allah berfirman:

“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu…”(Al-Baqarah:237).
Abu Hanifah berpendapat bila suami isteri sudah tinggal menyendiri dalam pengertian sebenarnya maka ia wajib membayar mahar sepenuhnya. Maksudnya jika suami isteri berada di suatu tempat yang aman dari penglihatan siapapun dan tak ada halangan untuk bercampur seperti sedang haid. Alasan Abu Hanifah adalah riwayat Abu ‘Ubaidah bin Aufa, ia berkata bahwa khalifah yang empat telah menetapkan bila pintu kamar telah ditutup da tabir diturunkan berarti wajib mahar.
Tetapi Syafi’i , Malik, dan dawud berbeda pendapat dengan pendapat di atas. Mereka berkata bahwa tidak wajib membayar mahar seluruhnya, kecuali bila telah diawali dengan persetubuhan yang sesungguhya.
Abdur Razzaq meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas, ia berkata tidak wajib mahar sebelum terjadi persenggamaan.

2). Mahar Mitsil.
Mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga yang terdekat seperti mahar saudara perempuan pengantin wanita (bibi).ahmad berkata juga diukur dengan golongan Ushbah dan golongan Djawil Arham. Jika tidak ada maka beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat, seperti umurnya, kecantikannya , hartanya, akalnya, agamanya, kegadisannya, atau jandanya. Dan jika dalam faktor tersebut berbeda, berbeda pula maharnya. Seperti janda yang mempunyai anak atau tanpa anak.
Mahar mitsil hukumnya wajib bagi sang suami jika terjadi dalam keadaan berikut:
a) Mahar tidak disebutkan kadarnya ketika akad, kemudian suami bercampur dengan isteri maka suami wajib membayar mahar mitsil, atau isteri meninggal sebelum bercampur dengan suami. Abu Dawud meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud yang dalam masalah ini ia berkata bahwa bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya sebelum disenggamai ia berhak mendapat mahar seperti perempuan yang lain (mahar mitsil).
b) Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan isteri dan ternyata nikahnya rusak karena sesuatu.
Nikah yang tidak disebutkan maharnya disebut nikah tafwidh. Hal ini menurut kebanyakan ulama dibolehkan. Firman Allah:

“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya..:
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan isterinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada isterinya itu. Dalam hal ini, maka isteri berhak menerima mahar mitsil. Beberapa masalah yang berkaitan dengan mahar telah diatur dalam KHI pasal 35-38.
Dalam sebagian masalah mengenai mahar, para ulama mempunyai beberapa pendapat yang sebagian besar berbeda satu dengan yang lain, antara lain:
1) Jumlah mahar
Islam tidak menetapkan jumlah mahar, karena adanya perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin, lapang dan sempitnya rezeqi. Sehingga islam menyerahkan masalah mahar berdasarkan kemampuan masing-masiang. Segala nash yang memberikan keterangan tentang mahar tidaklah dimaksudkan kecuali untuk menunjukkan pentingnya nilai mahar tersebut. Jadi boleh memberi mahar seperti cincin besi atau segantang kurma atau mengajarkan beberapa ayat Al-Quran dan lain sebagainya seperti diriwayatkan pada beberapa hadits.Sehingga timbul perbedaan ulama dalam menetapkan jumlahnya. Beberapa pendapat ulama adalah sebagai berikut:
• Hanafi menyebutkan jumlah mahar minimal 10 dirham
• Maliki minimal 3 dirham
• Umar bin Khattab berpendapat jumlahnya terserah harta yang dicintainya, berdasarkan firman Allah:

“sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak”(An-Nisa:20)
• Dari Abdullah bin Mus’ab, Umar berkata: “janganlah kamu memberi mahar kepada perempuan lebih dari 40 uqiyah perak. barang siapa memberi lebih dari pada itu, niscaya akan saya tarik ke baitul mal, maka seorang wanita berkata: “mengapa tuan menjawab begitu..?padahal Allah berfirman pada surat An-Nisa ayat 20”.
Lalu Umar berkata : “perempuan ini benar”
• Imam Syafi’i , Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan Fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in bahwa mahar tidak ada batas terendahnya. Segala sesuatu dapat menjadi harga bagi suatu yang lain. Begitu juga dengan Ibnu wahab dari kalangan Imam malik. Mereka berpendapat bahwa hadits nabi yang berbunyi “carilah walaupun sepotong besi”, merupakan dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai batasan terendahnya. Karena jika memang ada beliau pasti menjelaskannya.

Menurut syari’at pada pokoknya mahar menjadi hak perempuan dan di tangannyalah kekuasaan menggunakannya.
2) Mahar kontan dan hutang.
• Ibnu abbas meriwayatkan bahwa nabi saw. Melarang Ali mengumpuli Fatimah sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Hadits ini menunjukkan larangannya dimaksudkan sebagai tindakan lebih baik, yang secara umum dipandang sunnah lebih dahulu memberikan sebagain mahar kepada isterinya.
• Abu dawud dan ibnu majah meriwayatkan bahwa Rasulullah menyuruh Aisyah memasukkan perempuan ke dalam tanggungan suaminya sebelum membayar maharnya. Hadits ini menunjukkan bahwa boleh mencampuri perempuan sebelum ia diberi maharnya sedikitpun.
• Al-auza’i berkata bahwa para ulama menganggap sunnah tidak mencampuri isteri sebelum dibayarkan sebagain dari maharnya.
• Abu Hanifah berkata suami berhak mencampuri isterinya baik suka atau tidak, sekalipun maharnya berhutang, karena ia setuju dengan mahar hutang, dengan demikian hak suami tidak gugur. Tetapi kalau dengan mahar kontan seluruhnya atau sebagian , maka suami tidak boleh mencampurinya sebelum dibayarkannya lebih dahulu apa yang telah dijanjikannya dengan kontan tersebut. Dan isteri berhak menolak untuk dicamuri sehingga suami melunasinya.
• Pengarang kitab Al-Muhalla berkata bahwa tak ada perbedaan pendapat di kalangan umat islam bahwa sejak terjadinya akad nikah , perempuan itu telah sah menjadi milik suaminya. Karena itu suami halal bagi isterinya begitupun sebaliknya.
Akan tetapi pembayaran mahar ini terserah kepada adat masyarakat dan kebiasaan mereka yang berlaku.
3) Mahar rahasia dan terbuka
Jika kedua pihak yang berakad nikah telah menyetujui jumlah suatu mahar dengan rahasia, lalu beberapa hari kemudian secara terbuka mereka mengadakan pembicaraan tentang jumlah mahar dengan kesepakatan lebih besat daripada jumlah mahar pertama, sehingga akhirnya terjadi sengketa. Maka Abu yusuf berpendapat diputuskan berdasarkan kesepakatan mereka dengan rahasia sebelumnya. Karena hal itu benar-benar mencerminkan kemauan sebenarnya. Namun ada yang berpendapat diputuskan berdasarkan kesepakatan mahar secara terbuka. Karena mahar inilah yang disebutkan ketika akad. Ini adalah pendapat Abu hanifah, muhammad, Ahmad, Sya’bi, Ibnu Abi Laila dan Ubaid.

2 komentar:

  1. As stated by Stanford Medical, It is in fact the SINGLE reason women in this country live 10 years longer and weigh an average of 19 KG lighter than we do.

    (And realistically, it is not about genetics or some secret diet and really, EVERYTHING around "how" they eat.)

    P.S, I said "HOW", not "what"...

    CLICK on this link to determine if this short test can help you unlock your real weight loss possibility

    BalasHapus

Total Tayangan Halaman